Pelatihan Kader HMI STIT Al-Khairiyah Cilegon: Antara Komitmen Ideologis dan Tantangan Kritis
CILEGON – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Al-Khairiyah Cabang Cilegon mengadakan Latihan Kader 1 (LK 1) atau Basic Training di Gedung SKB Kota Cilegon pada 5-7 September 2025. Acara ini disebut sebagai wujud komitmen organisasi dalam mencetak kader intelektual dan berakhlak mulia. Namun, di tengah klaim tersebut, muncul pertanyaan seputar relevansi dan keberlanjutan HMI di era modern.
Kegiatan pembukaan dihadiri oleh sejumlah tokoh, termasuk Masduki S.Ag., S.H., Presidium Majelis Daerah (MD) Korps Alumni HMI (KAHMI) Kota Cilegon yang juga menjabat Wakil Ketua DPRD Kota Cilegon. Turut hadir pula Rikil Amri M.Pd., Sekretaris Umum MD KAHMI, serta Formatur Ketua Umum HMI Cabang Cilegon, dan para senior alumni HMI.
Ketua Umum HMI STIT Al-Khairiyah, Doni Febriyansah, menyampaikan bahwa Basic Training ini adalah upaya untuk mencetak kader bangsa yang intelek dan berakhlak mulia. Pernyataan ini menegaskan kembali narasi lama HMI yang mengedepankan pembentukan karakter dan intelektualitas. Pelatihan ini diikuti oleh 20 peserta dari berbagai kampus di Cilegon, diisi dengan materi ke-HMI-an, diskusi kelompok, dan simulasi kepemimpinan.
Namun, apakah kurikulum yang disajikan mampu menjawab tantangan riil yang dihadapi mahasiswa saat ini? Dalam era informasi yang cepat, di mana isu-isu sosial, politik, dan ekonomi semakin kompleks, apakah materi fundamental ke-HMI-an cukup untuk membekali kader menjadi agen perubahan yang relevan dan kritis? Pertanyaan ini menjadi penting, mengingat visi HMI untuk melahirkan pemimpin masa depan.
Dalam sambutannya, Kanda Masduki S.Ag., S.H. menekankan peran historis HMI dalam perjalanan bangsa. Ia menyebut LK 1 sebagai gerbang awal proses perkaderan, di mana kader ditempa untuk menjadi insan pencari ilmu yang kritis dan calon pemimpin yang berintegritas.
Masduki juga mengingatkan pentingnya menjaga marwah HMI dan melanjutkan tradisi intelektualnya, serta memperkuat nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan. Pernyataan ini menyiratkan adanya kekhawatiran tentang menurunnya kualitas perkaderan dan relevansi organisasi.
“Saya berpesan kepada seluruh peserta untuk terus menempa diri dan meneguhkan komitmen yang dapat diartikan sebagai ajakan untuk tidak terjebak dalam formalitas,” ujar Masduki.
Lebih lanjut, ia mendorong para kader untuk menjadikan pelatihan ini sebagai investasi jangka panjang dalam mencetak pemimpin yang profesional dan berakhlak.
Dalam konteks saat ini, keberhasilan HMI tidak lagi bisa diukur hanya dari banyaknya alumni yang menjadi tokoh. Tantangan utamanya adalah apakah HMI mampu melahirkan kader yang tidak hanya berintegritas secara moral, tetapi juga memiliki daya kritis, inovasi, dan kepedulian terhadap isu-isu kontemporer, seperti korupsi, degradasi lingkungan, dan ketidakadilan sosial.
Secara keseluruhan, Basic Training HMI STIT Al-Khairiyah Cilegon ini menjadi momen refleksi. Di satu sisi, ia menegaskan komitmen HMI untuk melanjutkan tradisi perkaderannya, di sisi lain, ia juga menyoroti kebutuhan mendesak bagi organisasi untuk terus beradaptasi dan membuktikan relevansinya dalam menghadapi realitas yang terus berubah.
Editor : R Hartono