Komitmen Nyata Presiden Prabowo Terhadap Lingkungan, Bongkar Jerat Sawit Ilegal
JAKARTA – Pidato Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Tahunan MPR RI pada Jumat, 15 Agustus 2025, menyampaikan keinginan kuat tentang komitmennya terhadap kelestarian alam. Sorotan utama tertuju pada keberhasilan pemerintah dalam menertibkan penguasaan sumber daya alam yang selama ini dikuasai segelintir elite.
Dengan langkah ini, negara seolah mengambil alih kembali kedaulatannya atas kekayaan alam.Presiden Prabowo mengklaim bahwa negara telah merebut kembali 3,1 juta hektare lahan dan menertibkan 3,7 juta hektare lahan sawit ilegal yang terlanjur merajalela di kawasan hutan. Angka-angka ini terdengar fantastis, mencerminkan skala masalah yang begitu besar dan, jika benar, menandakan sebuah terobosan penting.
Keberhasilan ini tidak terlepas dari lahirnya Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan. Aturan ini menjadi fondasi hukum yang memperkuat langkah pemerintah. Satuan Tugas (Satgas) lintas sektoral, yang dipimpin oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Dr. Febrie Adriansyah dan didukung oleh Kepala Staf Umum TNI Letjen Richard Taruli H. Tampubolon, bekerja “siang dan malam” untuk memverifikasi dan menertibkan lahan-lahan yang merusak.
Kolaborasi antara Kejaksaan, TNI, BPKP, Polri, dan lembaga terkait menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menghadapi mafia lingkungan. Namun, muncul pertanyaan mengapa penertiban ini baru dilakukan sekarang, padahal masalah penguasaan lahan ilegal sudah menjadi rahasia umum selama bertahun-tahun? Apakah ini hanya gebrakan politik, atau sebuah langkah strategis jangka panjang.
Sehari sebelum pidato besar, Satgas membuktikan taringnya di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Operasi ini menyasar PT Sampewali, perusahaan yang mengantongi izin untuk tanaman keras, tetapi secara ilegal menanami 2.429,45 hektare lahannya dengan kelapa sawit. Fakta ini menjadi gambaran nyata bagaimana mafia lingkungan beroperasi memanfaatkan celah hukum dan menyalahgunakan izin untuk meraup keuntungan tanpa memedulikan dampaknya.
Keberhasilan penertiban ini, yang dipimpin langsung oleh pimpinan Satgas, memberikan sinyal kuat bahwa tidak ada lagi toleransi bagi pelanggar. Namun, apakah kasus ini akan menjadi preseden untuk kasus-kasus besar lainnya, atau hanya sebatas contoh? Akankah penegakan hukum ini menjangkau korporasi-korporasi besar yang selama ini “kebal” hukum.
Dalam pidatonya, Presiden Prabowo menegaskan kembali janji mulianya. “Selama ini kekayaan alam hanya dinikmati oleh segelintir orang. Negara tidak akan tinggal diam,” tegasnya.
Pesan ini menyentuh inti dari masalah ketidakadilan sumber daya alam di Indonesia, di mana segelintir pengusaha menguasai lahan dan mengorbankan masyarakat serta lingkungan. Namun, di balik narasi heroik ini, publik menanti lebih dari sekadar janji.
Pertanyaannya, setelah lahan-lahan ini direbut kembali, akan dikelola seperti apa? Apakah akan dikembalikan kepada masyarakat adat atau petani lokal, atau justru diberikan kepada pihak lain dengan skema yang kurang transparan. Penertiban lahan sawit ilegal adalah langkah awal yang krusial. Namun, ujian sesungguhnya adalah bagaimana pemerintah memastikan kekayaan alam benar-benar kembali untuk hajat hidup orang banyak, bukan sekadar pindah tangan dari satu elite ke elite lainnya.
Sumber kapuspenkum kejagung